In Opinion : PNS oh PNS, masalah birokrasi? Semoga tetap bisa berfikir Positif.

  • Selasa, Februari 10, 2015
  • By aminhoki
  • 2 Comments

Gambar diambil dengan bantuan google.com
Cita-cita ini sebenarnya sudah saya tuliskan sewaktu saya duduk di Sekolah Dasar. Menjadi PNS tegas saya tuliskan di buku kenangan SD, sampai sekarang bukunya pun masih. SMP, SMA bahkan hingga kuliah harapan tersebut masih terjaga lumayan baik walaupun entah bentuk pekerjaanya seperti apa. Apa ituvperkantoran maupun medical atau apalah itu ya karena terpengaruh banyak hal dalam perjalanan saya selama ini tapi tetap harapan itu masih ada. Namun yang jelas akhiran PNS seperti tujuan dari semua itu. 

Singkat dari maksut saya menulis tulisan ini adalah seperti nya saya harus memikirkan dua kali atau bahkan berkali-kali dari tujuan awal saya tersebut. Berawal dari perkembangan pola pikir dan pengaruh orang lain hingga sampai mengetahui segelintir dari jenis real pekerjaan dari PNS tersebut, saya mulai menganggap PNS sedikit berbeda dari mindset saya yang dulu. Sebelum saya berbicara lebih jauh, mungkin setelah ini saya akan banyak menyebut kan atau menggunakan nama sebuah instansi negara dan karyawan PNS yang bekerja di dalamnya. Bukan maksut saya untuk mengajak pembaca berfikiran negatif terhadap semua yang saya tulis, tapi sebaliknya semoga bisa diambil di sisi baiknya.
Gambar diambil dengan bantuan google.com

Sudah tiga minggu lebih saya ‘magang’ di Badan Kepegawaian Negara. Artinya tinggal satu minggu waktu saya untuk bisa belajar di BKN ini. Kesempatan terakhir di tempatkan di Bagian INKA, yaitu Informasi Kepegawaian. Sudah terpikir sebelumnya di bidang ini bakal mendapat pekerjaan yang banyak. Begitu masuk ruangan saya memang disambut baik oleh kepala Bidang ini dan dengan ramahnya beliau menjelaskan terkait teknis pekerjaan di Bidang ini. Bukan teknis atau alur pekerjaan yang saya soroti dari pekerjaan ini. Terlepas dari baik atau tidak, efektif atau kurang efektif dari sistem kerjanya atau apalah itu yang berkaitan dalam pekerjaan ini, saya hanya menyoroti dari pribadi pekerja atau karyawan yang bekerja yang rata-rata usianya sepantaran dengan orang tua saya (45an keatas).

Ternyata benar dugaan saya, begitu saya datang (peserta KKL datang) beliau-beliau yang bekerja di INKA langsung seperti berebut minta jatah untuk membantu mereka yang masih punya tanggungan pekerjaan yang banyak. Maklum bagi mereka tapi mungkin tidak bisa dimaklumi bagi orang yang tidak mempunyai pekerjaan di luar sana. Produktifitas para karyawan di BKN sangat amat kurang sekali. Memang kalimat tersebut tidak efektif tapi semoga bisa mengungkapkan apa yang saya rasakan. Penjelasannya, bekerja tanpa target dan seolah-olah itu adalah rutinitas yang tidak harus diselesaikan tepat waktu.

Terlihat sumringah ketika peserta magang datang ke ruangan mereka. Setumpuk berkas dengan lembaran yang tipis sekali tapi dibongkok menjadi tebal, sekitar 6 cm tebalnya, langsung diberikan kepada ‘magangers’ dengan kata melegakan ‘ga selesai sekarang juga gapapa kok mas’. Ini kerja atau apaan.

Sebagai seorang magang tidak boleh menolak pekerjaan yang diberikan atau peseta akan mendapat sangsi sosial seperti tidak diajak bicara, tidak disapa atau tidak diberi bakwan dan air aqua.

Alih-alih ikut bekerja sejenis seperti yang dibebankan kepada ‘magangers’, malah duduk santai dan mengerjakan semampunya dan semaunya. Rampung ga rampung ga peduli yang penting SKP per hari sudah diisi. Seperti itu dari jam setengah delapan pagi sampai pulang jam 3 kurang, sore. Tidak bisa digambarkan bagaimana perasaan saya dan teman sejawat saya waku itu. Mood langsung turun, bosen atau apalah itu pasti ada saja yang dilakukan untuk mengantisipasinya. Hal tersebut berlangsung berkali-kali dan nampaknya telah menjadi kebiasaan.

Dari pengalaman yang saya alami diatas, saya mulai tergelisik untuk menganalisa dengan otak saya yang lumayan terbatas ini. Dengan mengabaikan pekerjaan orang tua saya sendiri sebagai PNS juga yaitu guru TK, saya sedikit mengkritisi cara kerja mereka. Beban pekerjaan dan banyaknya pekerja mungkin saya rasa lebih dari cukup jika dilihat dari aspek kuantitasnya tapi tidak dengan kualitasnya.

Metode pengarsipan dari banyaknya data PNS se DIY-Jateng yang dikoleksi di BKN regional 1 di Yogyakarta ini seharusnya sudah menggunakan data base  dengan IT mengingat banyak sekali datanya yang harus dikelola, tidak mungkin secara  manual ditulis dengan buku. Metode IT tersebut sudah dilakukan di BKN walaupun ada beberapa hal yang masih bisa diperbaiki lagi secara sistemnya, namun yang jadi masalah adalah kemampuan dari karyawannya. Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap orang tua, tetapi mereka pun sedikit lambat dalam menggunakan komputer. Rata-rata pendidikan saja adalah tamatan SMA dan berumur pula. Kenapa hal tersebut seperti tetap dibiarkan saja oleh pemerintah? Tidak adakah rooling jabatan demi efektifnya proses birokrasi yang sangat ngadat di Indonesia. (pertanyaan awal yang muncul)

Sekarang kita liat. Jika dikaitkan dengan pengangguran di Indonesia akan terlihat aneh. Berbanding terbalik dengan kondisi umum dari pengangguran Indonesia. Sebagian besar pengangguran adalah eks mahasiswa yaitu yang sudah lulus D3 atau S1. Sejelek-jeleknya lulusan D3 atau S1, entah berapapun IPK akhir yang diterimanya kalau hanya untuk memegan komputer standart ‘ngetik’ sama ‘excel’ itu sudah diatas rata-rata jika dibandingkan dengan karyawan PNS yang tadi. Kalau kerjanya hanya mengurusi input data yang masuk dan menata berkas yang sudah tersistem seperti itu, saya yakin pengangguran yang saya sebutkan tadi bakal lebih bagus dan efektif untuk melayani masyarakat. Bahkan yang lulusan SMA generasi sekarang pun bisa mahir melebihi karyawan yang saya sebutkan diatas tadi.

Boro-boro rooling jabatan demi optimalnya pekerjaan, malah ada kebijakan untuk PNS agar masa kerjanya diperpanjang hingga umur 60 tahun. Efektifkah kerjanya? Saya rasa tidak lebih baik jika dibandingakan kualitasnya dengan pengangguran berpendidikan tadi. Walaupun mereka berpengalaman, tapi kalau pekerjaannya berulang-ua;ang seperti itu juga todak berpengaruh signifikan antara yang pengalaman dengan yang bisa IT lebih pintar jika menelisik kasus ini saja.

Masalah birokrasi yang lambat dalam merespon arsip-arsip yang dirasakan hampir setiap periode pemerintahan. Entah siapapun itu Presidennya nampaknya tidak akan bisa ditangani dalam waktu dekat jika melihat kondisinya seperti demikian. Seperti harus menunggu generasi tua habis dan diganti dengan generasi sekarang. Namun, ilmu juga terus berkembang dan pasti berkembang. Dengan sistem kerja PNS yang melakukan pekerjaan secara rutin dan berulang-ulang dengan sedikit sekali perubahan membuat seorang pelakunya menjadi kurang produktif. Secara psikologi, manusia mudah bosan dengan rutinitas yang ada dan jika dilakukan terus menerus juga tidak akan berkembang. Dan bisa dipastikan generasi yang kita sebut baru pun lama-lama juga akan usang dengan kondisi dan cara semacam ini.

Gambar diambil dengan bantuan google.com
Andai saja sistem pemerintahannya kapitalis, tapi kapitalisnya cukup untuk bagian pengelolaan pekerjaan ini saja bukan masuk ke Ideologi bangsa, mungkin masa pensiun hanya akan dibatasi hingga umur 35 tahun saja setelah itu pensiun dan digantikan dengan karywan baru yang lebih muda dengan asumsi karyawan yang lebih muda tadi secara kualitas lebih terkini dan secara financial beban pemerintah untuk menggaji dia juga relatif lebih murah karena mengacu pada lamanya masa kerja orang tersebut dalam sebuah perusahaan atau lembaga perkantoran tertentu. Kita tahu sistem saat ini semakin lama masa kerjanya maka semakin mahal pula gaji yang diterimanya, padahal kualitasnya semakin menurun. Sedikit aneh memang.

Tapi, ya itulah sistem sekarang yang ada. Hanya bisa berandai-andai dan merencanakan sesuatu yang mungkin lebih baik untuk kita khususnya saya pribadi kedepan. Melawan sistem bukanlah sebuah solusi yang tepat, karena sistem itu adalah aturan dan kita tahu bahwa aturan itu untuk ditaati bukan untuk dilanggar. Boleh mengkritisi tapi tetap ada aturannya, ada alurnya.

Setelah memikirkannya cukup lama. Lebih dari cerita negatif yang telah saya tuliskan diatas saya ingin mengajak pembaca semua untuk lebih berfikir positif terhadap masalah yang ada, dalam hal ini ya masalah diatas. Mencoba berfikir untuk mencari jalan keluar tetapi tidak mengubah sistem atau aturan yang ada. Tidak dengan mengadakan demo untuk mengkritisi pemerintah tapi lebih ke diri kita masing-masing. Selalu cari hikmah positif yang ada dalam suatu permasalahan yang ada. Mencoba berfikirlah keluar dari kotak yang tersedia (kotak=masalah).

Menurut saya untuk keadaan yang seperti sekarang ini, halal saja dan sah-sah saja untuk anda sekalian yang bercita-cita bekerja di bawah instansi negara, semisal PNS dengan pertimbangan gaji tetap dan jatah pensiun yang ada, tunjangan yang banyak, status social yang mungkin lebih bagus di mata masyarakat tapi dengan resiko kecil sekali peluang untuk diterimanya dan belum lagi permasalahan diatas muncul sampai tua. PNS bukan satu-satunya cara untuk bisa terjamin bahagia hidupnya. Jika dirinya tidak dikelola dengan baik, imbasnya lama-kelamaan hidup tidak berkembang hanya dengan menjadi PNS yang melakukan rutinitas tiada akhirnya.

Mungkin saat inilah waktu yang tepat untuk membuktikan seberapa cinta kamu terhadap negaramu. Kualitas sarjana harus dibuktikan dengan cara pemikiran yang lebih dewasa dengan landasan cinta tanah air sendiri. Mulailah untuk tidak menuntut negera atau pemerintah untuk memberikan apa yang kamu butuhkan tapi mulai berfikirlah apa yang sudah kamu berikan kepada negaramu selama hidup kamu. Meminta jaminan gaji konstan, tunjangan besar, jatah pensiun lancar dan masih banyak lagi, itu tidak jauh dari kata menuntut. Mulailah bekerja tidak di bawah arahan orang, dengan kata lain ciptakan lapangan kerja sendiri. Jika menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain dikira terlalu tinggi ekspektasinya, paling tidak ciptakan lapangan kerja sendiri buat anda sendiri.

Apabila tetap ingin menjadi PNS misalnya atau keryawan dari instansi negara, bijak-bijaklah dalam mengatur diri anda. Masih banyak yang membutuhkan pekerjaan, masih banyak orang yang lebih pantas mengemban amanah menjadi PNS (sudut pandang PNS lebih kecil dari orang yang berwira usaha) selagi anda dipandang mampu untuk tidak menjadi PNS dan menciptakan lapangan kerja sndiri, why not?. Atau tindakan bijak lainnya mungkin istilah ‘nyambi’ juga bisa dijadikan solusi. Kerjanya PNS tapi disambi buka usaha yang mempekerjakan orang lain juga. Gampangannya dengan PNS digaji tetap dan lumayan digunakan untuk membuka lapangan kerja baru untuk orang lain juga. Dengan cara ini kamu sudah bisa membantu negara untuk menjadi lebih baik. Tapi etos kerja di PNS juga harus ditingkatkan.

Saya pribadi juga tidak menyangkal kalau pekerjaan menjadi PNS adalah salah satu idaman dari masyarakat. Terlepas dari terus atau tidaknya saya bercita-cita menjadi seorang PNS sejak dulu saya mengajak mbok iya pikiran untuk berwirausaha harus selalu dikembangkan dan harus direalisasikan.

Negara butuh orang-orang yang demikian. Lapangan kerja yang sedikit dibanding jumlah penduduk Indonesia sangatlah njomplang. Mari selalu ciptakan hari yang baru, hari yang lebih baik buatku, buatmu, buat kita semua.

Semoga bermanfaat.




You Might Also Like

2 komentar